Imajinasi dan Permainan dalam Karya Seni
Imajinasi menjadi salah satu bagian penting dalam semua karya seni, termasuks seni rupa. Melalui imajinasi, para seniman leluasa berkelana, menjelajahi banyak kemungkinan, bahkan mengkhayalkan dunia lain yang benar-benar berbeda. Khayalan itu lantas diturunkan menjadi kreasi yang menarik, seperti gambar atau lukisan.
Tak seperti melamun yang kerap tidak jelas, proses berimajinasi bisa melibatkan berbagai daya kreatif manusia yang kompleks. Di dalamnya, ada memori atau kenangan dari masa lalu. Ada tangkapan melalui semua indera manusia (penglihatan mata, pendengaran telinga, dan rabaan kulit) atas peristiwa sehari-hari masa kini. Semua itu kemudian diolah oleh potensi intelek dalam otak manusia sehingga menghasilkan gagasan-gagasan baru.
Gagasan baru itu bisa berupa semacam solusi atas masalah. Bisa juga sintesa yangmenjadi jalan tengah atas beberapa ketegangan. Kadang juga berwujud terobosan terhadap kebuntuan. Mungkin juga hanya semacam hiburan atau pelampiasan dari perasaan tertentu.
Bagaimana imajinasi berperan penting dalam proses kreatif, dapat diamati dalam fenomena gambar anak. Sebagian (kalau tidak boleh dibilang, sebagian besar) anak suka menggambar. Lihat saja, mereka gemar mencorat-coret tembok, tanah, atau media yang mudah dijangkau dengan coretan sesukanya dan dengan alat sekenanya. Maklum saja, menggambar memang menjadi salah satu sarana untuk berkomunikasi anak, bahkan ketika mereka belum lancar berbicara, apalagi menulis aksara. Komunikasi dalam bentangan luas, mulai dari mengutarakan gagasan, mengekspresikan perasaan, atau sekadar mencari hiburan.
Imajinasi terus berkembang sering pertumbuhan otak, fisik, dan indera anak. Sebelum mengenyam pendidikan formal, anak-anak secara alamiah mengandalkan imajinasi untuk menggambar apa yang merangsang dirinya. Rangsangan itu melibatkan seluruh indera. Mengutip Guru Besar dari Fakultas Seni Rupa Dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB), Primadi Tabrani, obyek yang digambar anak bukan semata apa yang dilihatnya, tapi merupakan hasil kerjasama semua indera–inderanya, yang dia rasakan dan imajinasikan serta cetuskan jadi sebuah gambar.
Dalam dunia gambar anak, imajinasi mendorong anak untuk menerobos batas-batas "rasio" orang dewasa. Misalnya, teori perspektif, yang mengatur bahwa benda semakin jauh akan tampak semakin kecil dan sebaliknya semakin dekat akan terlihat semakin besar. Bagi anak, hukum perspektif tidak terlalu berlaku. Mereka bisa saja menggambar benda jauh lebih besar lantaran mereka lebih terpikat dengan benda tersebut. Benda yang berada di jarak dekat malah bisa saja digambar lebih kecil hanya gara-gara kurang menarik perhatiannya.
Teori warna, yang menekankan fungsi mimetik (meniru secara realis) juga bisa berantakan di dunia anak. Dalam gambar anak, langit tidak harus biru, daun tidak melulu hijau, atau tanah tidak selalu coklat. Mereka bisa sesuka hati mewarnai sesuai mood-nya. Langit bisa merah, daun mungkin oranye, atau tanah barangkali biru. Warna tidak ditentukan oleh kesamaan apa yang mereka lihat dan keharusan mengikutinya secara kasat mata. Warna menjadi bagian dari ekspresi atau tangkapan batin dan pikiran anak yang sangat terbuka.
Imajinasi anak semakin liar karena mereka memiliki hasrat bermain yang kuat. Dalam dunia anak, bermain merupakan sarana utama untuk memahami kenyataan, mengalami peristiwa secara langsung, melakukan uji-coba atas sesuatu yang menarik hati, dan memenuhi rasa penasaran. Merujuk teori psikolog asal Rusia, Lev Vygotsky (1896-1934), bermain merupakan sumber perkembangan anak, terutama untuk aspek berpikir. Anak menguasai pengetahuan bukan karena faktor kematangan pikiran, melainkan terutama lantaran didorong oleh interaksi aktif dengan lingkungan. Bermain menjadi ruang bagi anak untuk menumbuhkan pengetahuan, seperti memahami bentuk benda, fungsinya, dan karakteristinya. Lewat permainan pula, anak merintis pemahaman tentang konsep abstrak, seperti nilai, aturan, dan budaya.
Kekuatan imajinasi dan dorongan bermain itu membuat gambar anak berada dalam bentangan yang luas. Tidak ada satu rumus baku yang dapat memastikan bagaimana menangkap gambar anak. Untuk mmendekati pemahaman atas gambar anak, kita tak cukup hanya mengandalkan logika rasional, teori perspektif, atau konsep warna. Kita patut membersihkan diri dari berbagai asumsi "orang dewasa", lantas memasuki dunia anak yang lebih murni, membuka diri, dan pada akhirnya akan dapat menerima berbagai kemungkinan pemahaman.
Dalam konteks ini, kita bisa mengingat gagasan filsuf Prancis, Jean-Paul Sartre (1905-1980). Dia bilang, karya seni (termasuk gambar anak) bukanlah sesuatu yang riil, tetapi tidak riil. Karya seni pada dasarnya melampaui apa yang menampakkan diri. Ketika berhadapan dengan karya seni, maka kita hanya menangkap analogon atau medium yang menjembatani antara seniman dan penikmatnya. Kegiatan menikmati karya seni tak lain dari kegiatan pelampauan akan yang riil di hadapan kita. Jangan terjebak pada apa yang tampak, melainkan kita perlu merogoh jeroan di balik penampakan itu.
Semua catatan di atas dapat kita gunakan untuk menyambut dan merayakan Pameran Seni Rupa “AKU INDONESIA #2: Menjelajah Dunia Warna dan Rupa” di Bentara Budaya Jakarta, 23 Juli-2 Agustus 2025. Pergelaran menampilkan lebih dari 120 karya dari 86 perupa muda, mulai dari anak-anak, remaja, sampai mahasiswa. Mereka berasal dari sejumlah perkumpulan seni, sanggar anak, atau komunitas anak dengan kebutuhan khusus dari Jakarta dan sekitarya (Jabodtabek), Yogyakarta, dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Ada sejumlah komunitas yang turut berpartisipasi dalam program ini. Mereka, antara lain, Kanva (Makassar, Sulawesi Selatan), The Sketchbike, Galerika-Bogor, Saung Grajen (Bogor, Jawa Barat), Pararupa, Sanggar Bambu (Yogyakarta), Pesona Autistik Indonesia, Palakai Creative Art, Sanggar Ruang Garasi Edukasi, dan Komunitas aleri Darmin Kopi. Ada juga peserta umum dari seniman individu.
Karya-karya dalam pameran ini memiliki bentangan luas. Tak cukup dimasukkan dalam kategori pameran lukisan atau gambar anak, karena mencakup karya remaja dan mahasiswa. Namun, gambar anak menjadi salah satu sajian yang menarik. Semua karya itu memperlihatkan bagaimana kekuatan imajinasi dan hasrat bermain kaum muda itu bebas menjelajahi berbagai kemungkinan rupa dan warna.
Selamat berpameran untuk anak, remaja, dan komunitas seni kaum muda yang memajang karyanya. Apresiasi untuk sanggar, komunitas, dan perkumpulan seni yang ambil bagian dalam kegiatan ini. Penghargaan untuk kurator Bentara Budaya, Mas Frans Sartono dan Mas Efix Mulyadi, yang menangani kurasi. Untuk kru Bentara Budaya serta semua pihak yang memberikan support untuk program ini, disampaikan terima kasih.
Palmerah, 22 Juli 2025
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management, Corporate Communication, Kompas Gramedia