Berbagi Makna lewat Graphic Memoar
“Sometimes you will never know the value of a moment until it becomes a memory” kata Dr Seuss, nama samaran dari Theodor Seuss Geisel seorang penulis dan seniman komik Amerika.
Ya, kadang orang kurang menyadari betapa berharganya suatu momen, atau sebuah peristiwa. Akan tetapi, bertahun-tahun kemudian, momen itu ternyata menghuni ruang memori di kepala kita. Secara sadar atau tidak sadar, memori itu kita ceritakan kepada orang lain sebagai bahan obrolan. Tumpukan memori itu ternyata bisa divisualkan menjadi apa yang disebut sebagai graphic memoir. Dan itulah yang disuguhkan dalam pameran Graphic Memoir, suatu kombinasi antara narasi yang dibangun dari memori dan ilustrasi. Katakanlah itu suatu kisah otobiografikal dalam bentuk komik.
Graphic Memoir adalah memori yang ditulis dan diilustrasikan menggunakan format umum seperti yang kita jumpai dalam novel grafis. Kata-kata dan gambar menjadi penting untuk menceritakan memori. Lewat Graphic Memoir, kenangan personal kita menjadi cerita, bahkan pengetahuan, dan pengalaman bersama.
Setiap individu dapat menuliskan pengalaman, sejarah hidupnya sendiri tanpa harus menjadi narasi besar. Pengalaman tersebut cukup menjadi media ekspresi, dan jika terpublikasikan maka itu menjadi cara untuk berbagi makna. Salah satu dari genre dari publikasi kisah pribadi itu adalah graphic memoir.
Rekaman pengalaman
Memoir, kalau kita tengok artinya di kamus adalah kenang-kenangan, sejarah, atau catatan peristiwa masa lampau menyerupai autobiografi yang ditulis dengan menekankan pendapat, kesan, dan tanggapan pencerita atas peristiwa yang dialami dan tentang tokoh yang berhubungan dengannya. Dapat juga diartikan sebagai catatan atau rekaman tentang pengalaman hidup seseorang.
Adapun kata graphic atau grafis dimaksudkan untuk menyebut bentuk teks, gambar, simbol-simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai penjelasan, penerangan atau penyampai pesan. Maka graphic memoir adalah sebuah cerita tentang kenangan dalam bentuk grafis.
Sebagai sebuah catatan kenangan maka graphic memoir berupa cerita yang dapat dikemas dalam berbagai metode penceritaan (storytelling) semisal: graphic diary (catatan harian bergambar), journaling (menggunakan teknik kolase), story book hingga komik. Kenangan pada peristiwa masa lampau ini dapat terkait dengan kisah yang dialami oleh diri sendiri atau orang lain, dengan tema yang mengerucut seperti pengalaman masa kecil yang berkesan, titik balik dari perkembangan diri, refleksi diri, renungan, kisah dalam keluarga, percintaan, penemuan pada sesuatu, cerita dari sebuah perjalanan, bahkan cerita sehari-hari biasa.
Kenangan, memori bisa berupa apa saja dari yang remeh temeh hingga katakanlah traumatik kelas berat; Dari yang bikin tersenyum, tertawa, hingga bikin air mata berlinang. Memoar tersebut tidak harus muncul dari perjalanan jauh. Kadang kenangan itu terjadi di sekitar rumah.
Drama domestic dan perjalanan
Tita Larasati mengenang kehidupan sehari-harinya di masa kecil, lalu membandingkan dengan kehidupan ketika dia berumah tangga. Sebuah perjalanan panjang di panggung kehidupan domestik yang dialami banyak orang. Ketika dikemas menjadi graphic memoir, kita seperti disadarkan dan kemudian merenung itulah kehidupan kita dengan segala romantikanya.
Tita menggambarkan rumah lamanya di pinggiran kota dengan pagar pendek melingkari rumah sehingga antara penguhuni rumah dan tetangga bisa saling bersapa. Kemudia ia berpindah ke rumah di pusat kota yang berpagar tinggi.
Di rumah lama dulu, ada Mbok Sayur yang menggelar dagangan di kampung. Tita memberi detil dengan mendeskripsikan si Mbok Sayur itu selalu mengunyah daun sirih. Di tempat baru dia harus belanja ke supermarket secukupnya, karena daya tampung lemari es yang terbatas. Tita bicara tentang perubahan zaman, gaya hidup di tempat yang berbeda dengan segala latar sosial, dan budayanya.
Selain kisah tentang kehidupan domestik sehari-hari, graphic memoir juga menjadi medium pencatat perjalanan, atau Travelogue seperti yang dibuat Thomdean. Dalam pameran ini Thomdean mencatat perjalanannya ke China. Ini catatan personal dengan segala pengalaman pribadi yang ia sampaikan dengan teks dan gambar yang kadang membikin kita tersenyum. Misalnya ia kisahkan ketika ia masuk ke dalam rumah tradisional berupa tenda dari suatu suku di China, lengkap dengan pakaian lokal mereka.
Di dalam rumah tradisional tersebut, pengunjung bisa menikmati susu kambing. Di tempat yang sama, ternyata juga ditawarkan aneka produk. Kemudian pada panel lain, muncul komentar kritis Thomdean. “Kok kayak di butik ya, isinya jualan semua. Jangan-jangan mereka tidak tinggal di sini..”
Memori masa kecil
Lewat graphic memoir, kenangan masa kecil bisa kita bagikan sebagai pengalaman bersama. Genardi Atmadiredja mengisahkan pengalaman masa kecil ketika tinggal di dekat kali Ciliwung. Seorang bocah memburu capung hingga tepian kali hingg ia terpeleset di tebing sungai. Dengan segala upaya ia mencoba menyelematkan diri agar tidak tercebur ke kali. Di tebing itu tumbuh rerumputan liar yang menjadi satu-satunya benda yang dapat ia pegang untuk menahan tubuhnya agar tidak terperosok ke Sungai. Nasib bocah itu ditentukan oleh seberapa kuat akar rumput tersebut, dan itu menjadi kenangan menegangkan bagi si bocah.
Dari sekitar rumah lahir pula narasi yang tampak sederhana, yaitu warga baru di sebuah pemukiman di pinggiran kota. Bagi dia, ada pemandangan menarik yang belum pernah ia lihat yaitu tentang anak-anak yang bermain lumpur di sawah. Bagi warga baru itu, bermain lumpur adalah sesuatu yang aneh yang membuat dia tertawa. Sebaliknya, bagi anak-anak pinggiran, menertawakan anak bermain lumpur adalah sesuatu yang aneh dan membingungkan.
Sebenarnya ia narasi tentang dunia urban ketika pembangunan pemukiman merangsek wilayah yang bagi orang tertentu disebut sebagai wilayah pinggiran. Ada semacam kekagetan kultural dari bocah yang berada di wilayah “asing”. Dan kenangan melihat anak bermain lumpur sawah itu menggenang dalam ingatan, tercatat graphic memoir ini. Sesederhana ini
Lewat graphic memoir, ia bukan sekadar mencatat memori personal, melalinkan ia juga mengamati situasi sosial-ekonomi yang terefleksikan dalam permainan anak-anak sehari-hari. Ia tidak perlu berkotbah tentang perbedaan tingkat ekonomi, akan tetapi dengan melihat permainan anak-anak. Simak narasi dan visualisasi kehidupan anak-anak yang sedang bermain keluarga-keluargaan. Dalam karyanya, ia mengutip dialog anak-anak dalam permainan itu, “Ceritanya kita keluarga kaya ya..”
Mengabadikan semangat
Dalam musik jazz dikenal apa yang disebut sebagai spirit of the moment. Ia berupa semacam energi yang terbentuk dan hadir ketika sejumlah musisi jazz bermain bersama. Di sana terjadi improvisasi spontan, yang lahir dari interaksi antar permainan musisi. Dan ‘ajaibnya”, audiens dapat menangkap spirit yang hadir pada saat itu. Spirit of the moment itu tidak dapat diulang kembali. Ia hanya dapat didengar kembali ketika peristiwa musik tadi direkam.
Kira-kira serupa itulah menikmati graphic memoir. Dalam perjalanan hidup yang panjang, ada secuplik drama yang dilakoni manusia. Drama itu menghuni ruang memori kita, dan bisa kita sebarkan lewat graphic memoir. Seperti halnya rekaman jazz yang dimainkan spontan di atas, graphic memoir menjadi album yang dapat dinikmati orang lain. Graphic memoir menghentikan suatu momen personal dalam bentuk narasi dan ilustrasi.
Karya berjudul Crying in the Rain berkisah tentang secuplik peristiwa dari perjalanan anak kost di kota Yogyakarta. Kisahnya mungkin terlalu klasik yaitu tentang anak kost yang kehabisan uang. Jurus paling ampuh adalah mencari pinjaman. Ketika saat paling kritis tiba, sang tokoh harus menembus derasnya hujan dengan mengayuh sepeda menuju rumah kawan agar mendapat sekadar uang pinjaman penyambung hidup.
Ndilalah ada sepeda motor yang menyerempet sepeda yang dikendarai anak kost tadi sehingga ia jatuh dan terluka. Kecelakaan tersebut ternyata juga berkah: setidaknya dari si penabrak memberi uang berobat yang jumlahnya bukan saja cukup buat berobat, melainkan juga lebih dari cukup untuk makan beberapa hari.
Memori bisa apa saja, dan dapat dibagikan ke siapa saja. Mungkin ada yang sama. Bisa tentang kenangan makan sehari-hari yang selalu disertai kecap manis; Tentang tinggal bersama Nenek yang berkain kebaya, dan bergelung konde, yang penuh kasih; Tentang pengalaman mencuri-curi kesempatan bermain game dan ternyata kepergok Ibu, dan kena sangsi lemparan sandal; Tentang pengalaman menonton pertunjukan wayang potehi yang berakhir dengan “horror” anjing galak; Tentang rasa bahagia mendapat hadiah boneka. Bisa saja, tentang rasa duka ditinggal pergi orang-orang tercinta. Termasuk kisah yang berlatar kerusuhan massa
Pameran Graphic Memoir dini iikuti 62 peserta yang terdiri dari peserta undangan, dan peserta dari open call atau ajakan ikut mengirim karya bagi khalayak ramai. Open call dimaksud untuk merangkul siapa saja yang ingin berbagi memori lewat karya graphic memoir. Kami percaya lewat graphic memoir orang dapat berbagi rasa yang mungkin jarang diungkap.
Kami ingat sebuah buku yang memuat graphic memoir, yang secara visual mungkin kurang diperhatikan. Ternyata coretan tersebut mempunyai peran penting bagi si pembuat untuk membuka diri , dan bicara tentang tidak kekerasan yang pernah ia alami.
Memori menumpuk, berjubel, berseliweran, berjumpalitan di benak kita. Ada baiknya juga ia mengalir keluar. Graphic memoir menjadi salah satu kanal untuk berbagi makna hidup ..
Frans Sartono
Beng Rahardian