Catatan Harian Para Seniman
Ada banyak momen dalam kehidupan kita yang berharga sehingga patut diabadikan. Bagi para seniman visual, mengenang peristiwa itu dapat diwujudkan dalam bentuk gambar. Upaya ini melahirkan "graphic memoir."
Istilah "memoir" dapat diartikan sebagai kenangan tentang sesuatu. Atau kisah hidup yang diceritakan secara personal. "Graphic" adalah gambar. Dengan begitu, "graphic memoir" dimaknai sebagai kisah yang diungkapkan melalui gambar.
Kisah di sini bisa mencakup banyak hal, katakanlah seperti perjalanan, peristiwa, atau pengalaman tertentu. Bisa juga semacam catatan harian yang dikenang dan bersifat personal. Tidak disajikan dengan teks, catatan itu terutama diungkapkan dengan gambar. Teks hanya tambahan atas gambar.
Sebagai genre visual, "graphic memoir" sudah lama berkembang di dunia. Popularitasnya naik pada tahun 1980-an setelah penerbitan "Maus: A Survivor's Tale", sebuah novel grafis karya seniman kartun Amerika Serikat, Art Spiegelman. Kisah yang menceritakan Holocaust ini memenangkan Hadiah Pulitzer pada tahun 1992.
Di Indonesia, pendekatan ini juga dikerjakan sejumlah seniman. Beberapa penerbit menggandeng seniman untuk menghasilkan "graphic memoir" (kadang muncul juga istilah novel grafis) yang lebih visual. Beberapa kartunis, komikus, atau ilustrator juga menjajal masuk dalam genre ini.
Kini, Bentara Budaya Jakarta menggelar pameran Bersama dengan tajuk "Graphic Memoir" pada 12-22 Juni 2025. Ada 60-an seniman yang turut serta. Mereka berasal dari Indonesia, Amerika, dan Prancis. Mereka berpartisipasi melalui undangan atau terpilih lewat proses "open call" yang terbuka. Pergelaran ini hasil kerja sama antara Bentara Budaya, Institut Français Indonesia (IFI), dan Deskov Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Bagaimana karya-karya dalam pameran ini? Para seniman menjabarkan bentangan "graphic memoir" dalam skala yang cukup luas. Sejumlah seniman lebih tertarik untuk mengabadikan arsitektur yang pernah ditemui, seperti gedung, rumah, tempat ibadah, atau bangunan klasik.
Beberapa seniman lain merekam landscape urban atau pemandangan sudut kota yang pernah disinggahi. Beberapa seniman menceritakan ulang pengalaman masa kecil yang berharga. Banyak juga yang merekam kegiatan kuliner dengan menggambar makanan dan minuman yang pernah disantap, lengkap dengan informasi terkait.
Karya-karya itu dapat disebut sebagai "graphic memoir" karena memang mengungkapkan kisah pribadi dalam bentuk gambar. Gambarnya bisa menyerupai sketsa arsitektural, komik strip, mirip ilustrasi, atau gambar dalam gaya lebih bebas. Ada juga gambar yang dikemas dalam bentuk digital atau mirip animasi yang bisa bergerak (“motion graphic”).
Semua itu menceritakan pengalaman atau perjalanan hidup seniman. Dari karya-karya tersebut, kita menemukan sudut pandang personal dari tiap seniman dalam menangkap peristiwa dan menceritakannya melalui Bahasa visual. Peristiwa itu mungkin saja hal-hal biasa sehari-hari, tetapi menjadi unik lantaran dieskpresikan dalam kemasan visual yang menggugah, juga indah.
Pameran ini juga menggambarkan keberagaman "storytelling" grafis dari banyak seniman dari berbagai negara. Mereka tubmuh dalam latar belakang, pengalaman, dan pilihan yang berbeda-beda. Kita bisa menikmati cara setiap seniman dalam menangkap momen atau peristiwa, mengungkapkannya dalam bentuk gambar-gambar yang hidup, memanfaatkan peralatan gambar, serta berusaha mengembangkan gambar itu agar lebih menyentuh hati.
Setiap seniman memiliki perspektif visual yang personal. Namun, di atas ekspresi unik itu, tetap terasa ada semangat kemanusiaan yang bersifat universal sehingga dapat dirasakan oleh semua seniman. "Graphic memoir" akhirnya menjadi sarana untuk mempertemukan bermacam manusia dengan segenap cerita kehidupannya.
Selamat berpameran untuk para seniman yang menyajikan karyanya. Apresiasi secara khusus untuk Joël Alessandra yang datang jauh dari Prancis ke Indonesia untuk mengikuti pameran ini sekaligus tampil sebagai narasumber dalam diskusi dan workshop. Penghargaan kepada IFI dan Deskov IKJ yang telah bekerja sama untuk mewujudkan kegiatan ini.
Apresiasi untuk Mas Frans Sartono, kurator Bentara Budaya, yang menangani kurasi, termasuk memilih karya-karya dari proses "open call". Mas Beng Rahadian dari IKJ yang berdiskusi untuk mempersiapkan pameran dan meluncurkan bukunya. Salut buat teman-teman Bentara yang menyiapkan berbagai hal teknis sehingga pameran berlangsung baik.
Palmerah, 11 Juni 2025
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management, Corporate Communication Kompas Gramedia