Abstraksi ala William Robert
Banyak pelukis Indonesia yang memilih menekuni dunia abstrak. Salah satunya, William Robert, seniman keturunan Ambon, Maluku, yang kini bermukim di Jakarta. Lewat pendekatan visual abstrak, dia mengajak kita untuk merenungi hal-hal sederhana, tapi mendalam.
Lihatlah lukisan berjudul "Tiang Horisontal." Karya ini cukup besar, memanjang kiri-kanan, ukuran 250 cm x 600 cm. Bagian kanan berupa bidang blok besar warna hitam keabu-abuan. Bagian kiri dipenuhi bidang-bidang kecil bewarna-warni cerah. Pada bagian tengah, terdapat blok kotak memanjang horisontal yang menghubungkan bagian kanan dan kiri.
Melihat lukisan ini, kita seperti digiring untuk memikirkan sesuatu yang asalnya berjarak, kemudian terhubung oleh semacam keadaan tertentu. Bidang-bidang kecil warna-warni itu bisa mewakili citra manusia yang beragam. Blok kotak memanjang, mirip tiang yang rebahan (horisontal), itu menjadi semacam penghubung yang mempertautkan antar manusia yang beragam.
Lukisan ini dibuat menjelang Pandemi Covid-19 yang menghantam dunia tahun 2020 sampai 2022. Banyak orang meninggal. Pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang mengatur semua orang agar menjaga jarak dan sebisa mungkin hidup dalam ruang masing-masing secara terbatas.
Lalu apa yang hendak dikatakan William Robert dengan lukisan ini? "Pada momen ini, di mana-mana tingkat kepedulian sesama begitu nyata. Orang-orang saling bantu, saling peduli bagi yang terdampak pandemi ini. Aksi kepedulian begitu masif atas nama kemanusiaan," catatnya.
Pandemi Covid yang memakan banyak korban pada akhirnya memaksa kita semua untuk menjaga kehidupan. Kehidupan itu rapuh, terbatas, dan bisa terganggu atau bahkan berhenti saat dihantam wabah mematikan. Senyampang diberi anugerah kehidupan, kita harus bersyukur dan menjaganya sebaik mungkin.
Lukisan lain, juga berukuran besar (200 cm x 300 cm), mengangkat semangat serupa. Berjudul "Menguat di Tengah", karya ini juga menyajikan dua bidang kiri dan kanan. Kedua bidang berisi blok berwana hitam kehijauan. Pada bidang kiri-kanan itu, tampak coretan warna-warni yang cerah.
Dari karya ini, kita bisa menangkap gambaran tentang gerak-gerik kehidupan yang dinamis, tetapi sesungguhnya terbatas, dan hanya berotasi di kotak masing-masing. Garis-garis horisontal kecil di tengah tampak menghubungkan gerak-gerik di kiri dan kanan itu sehingga terasa bertautan, bahkan tampak menyatu.
Lukisan ini dikerjakan usai Pandemi Covid-19. Kita bisa menafsirkan karya ini sebagai cerminan pemahaman usai Pandemi. Setelah babak beluk dihajar penyakit akibat virus Corona Baru, akhirnya kita menyadari betapa penting arti kesehatan, hubungan saling support antarmanusia, dan kehidupan.
Kedua lukisan tersebut sebagian dari karya William Robert yang dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta, 23 April hingga 3 Mei 2025. Mengangkat tajuk "Tiang Horizontal", pameran menampilkan delapan lukisan berukuran besar. Sebanyak empat lukisan digarap sebelum pandemi Covid-19 dan empat lagi dikerjakan usai wabah tersebut.
Secara visual, delapan lukisan itu mewakili kecenderungan gaya abstrak William Robert belakangan ini. Abstraksi karyanya bertumpu pada pengolahan bidang, warna, garis, dan bentuk acak yang tidak mengacu pada obyek tertentu pada kehidupan nyata. Irama dibangun dengan memainkan bidang-bidang kosong, bidang penuh, goresan liar bertumpuk warna-warni yang spontan, serta garis-garis lurus yang terkontrol dan rapi.
Pilihan William untuk menekuni idiom abstrak terbangun melalui proses panjang. Aktif melukis di atas kanvas sejak tahun 1988, pada awalnya dia menjajal berbagai idiom, seperti naturalis untuk menggambar pemandangan dan menggarap lukisan potret wajah manusia yang realis. Sempat pula dia kepincut gaya dekoratif, terutama saat merantau ke Bali. Namun, semua idiom popular itu belum memberinya kepuasan.
Ketika merantau di Bali, sekitar tahun 1997, William terpikat dengan lukisan abstrak ala pelukis Bali, seperti Frans Nadjira, Made Wianta dan AS Kurnia. Ketertarikan itu kian bertambah saat dia main ke Bandung dan melihat lukisan abstrak dengan teknik tekstur gaya Ahmad Sadali dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB). Di Bandung pula, dia mulai mencoba melukis abstrak dan hasilnya ternyata cukup menyenangkan.
"Abstraksi itu menarik karena bisa menghasilkan sesuatu yang tak terduga, yang bisa direspon lagi dengan berbagai kemungkinan," kata William saat ngobrol via pesan WhattsApp, pertengahan Maret 2025.
Semakin sering melukis abtrak, semakin William tenggelam dalam pesona gaya yang nirbentuk alias tidak meniru obyek tertentu di alam itu. Katanya, "Genre ini menjadi sangat personal, artinya tak ada keterikatan akan bentuk tentu. Perupa bisa benar menjadi seperti konduktor atau dirigen sebuah orksestra bila ia berhadapan dengan kanvas."
Hingga kini, William bergeming dengan lukisan abstrak. Gagasan melukis bisa muncul dari mana saja, termasuk saat ngobrol dengan orang-orang secara random. Inspirasi ide itu diendapkan, lantas dituangkan dalam wujud lukisan abstrak. Saat melukis, dia asyik mengolah anasir "formalisme", terutama garis.
"Beberapa tahun ini saya banyak mungkombinasikan antara garis-garis liar spontan dengan hal yang terkesan rapi. Saya suka mengkordinasi garis yang chaos dengan terkadang mereduksi atau meredam dengan bidang polos yang bisa saja berkesan deep atau flat," lanjutnya.
Meski tidak bersifat memetik (meniru) obyek-obyek di kehidupan nyata, lukisan abtsrak tak sepenuhnya berjarak dengan kenyataan. Sebagian lukisan William justru berangkat dari fenomena sosial sehari-hari. Hanya saja, fenomena itu tak begitu saja dituangkan dalam wujud serupa apa adanya, melainkan diperam dan diolah proses "abstraksi." Proses ini bisa dengan cara mengaburkan bentuk, memainkan penanda alias “clue” tertentu, mengutak-atik komposisi, atau dengan memunculkan nuansa tertentu.
Proses abstraksi ini memungkinkan publik untuk tergugah, masuk, bahkan menafsir lukisannya secara bebas. Tafsir bisa terkait dengan pikiran, perasaan, atau memori seseorang akan sesuatu yang kebetulan terpantik saat melihat lukisan. "Ketika kita mengaburkan suatu objek menjadi abstraksi, di situ ada peluang bagi siapa saja melalui imajinasinya untuk seolah melengkapi atau menyempurnakan bentuk yang menjadi kurang jelas karena abstraksi".
Selamat untuk Mas William Robert yang kembali berpameran tunggal. Terima kasih Mas Dwi Marianto sebagai kurator dan AA Nurjaman sebagai penulis pameran ini. Penghargaan buat kru Bentara Budaya serta semua pihak yang memberikan dukungan sehingga pergelaran ini dapat terselenggara dengan baik.
Palmerah, 20 Maret 2025
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management,
Corporate Communication Kompas Gramedia