Merefleksikan Keterasingan di Tengah Telekomunikasi yang Semakin Canggih
JAKARTA, KOMPAS — Teknologi, termasuk telekomunikasi, turut membentuk peradaban manusia. Kartun Mice karya Muhammad Misrad merekam perjalanan telekomunikasi di Indonesia, dari era telepon rumah, telepon koin, telepon kartu magnetik, warung telepon, pager atau penyeranta, telepon genggam, hingga media sosial.
Perangkat telekomunikasi, dengan segala kecanggihannya, telah ”memangkas” jarak bagi orang-orang di kejauhan untuk berkomunikasi atau berinteraksi. Namun, tak jarang teknologi telekomunikasi juga membuat seseorang terasing dari lingkungan terdekatnya.
Fenomena paradoksikal ini ditangkap oleh kartun Mice dalam pameran ”Telekomunikasi Mengubah Peradaban” di Bentara Budaya Jakarta. Pameran berlangsung hingga 23 Mei 2025. Ada yang digambarkan dengan lugas, ada pula yang diungkapkan melalui satire visual. Pengunjung dapat merefleksikan meningkatnya keterasingan di tengah telekomunikasi yang semakin canggih tersebut.
Kurator pameran, Hilmi Faiq, mengatakan, alat komunikasi membuat orang-orang saling terhubung, bahkan sebelum mereka mengenal dan berjumpa. Kini, komunikasi dibanjiri kemudahan digital yang justru meningkatkan keterasingan.
”Teknologi memperdekat jarak fisik, tapi memperlebar jarak psikologis, menciptakan keterasingan di tengah keramaian digital,” ujarnya dalam pembukaan pameran, Rabu (14/5/2025) malam. Pembukaan pameran ini dimeriahkan penampilan musisi Bilal Indrajaya.
Menurut Faiq, era digital yang digambarkan kartun Mice memperlihatkan bagaimana banjir pilihan komunikasi menjerat manusia dalam dilema makna. Kebebasan tanpa arah menciptakan tekanan untuk terus hadir dan diakui, tetapi kehilangan kedalaman dalam relasi.
”Melalui nostalgia dan humor, Mice mengajak penonton untuk merenung dan memilih secara sadar. Pameran ini bukan sekadar mengingatkan masa lalu, tapi juga menjadi seruan untuk merebut kembali makna dalam komunikasi kita di era yang serba instan dan terfragmentasi,” ujarnya.
Mice, melalui gayanya yang khas, juga menghadirkan kritik halus terhadap kepalsuan zaman. Misalnya, dalam menggambarkan budaya selfie atau swafoto dan media sosial, ia menyindir kebutuhan terhadap pengakuan eksternal sebagai pengganti keutuhan diri internal.
Akan tetapi, kemajuan teknologi telekomunikasi tidak menghapus seluruh kebiasaan di era sebelumnya. Hal itu tergambar dalam salah satu kartun Mice yang menampilkan fenomena kemudahan berbagai transaksi menggunakan gawai, termasuk pembayaran secara digital.
Adegan kartun tersebut mengangkat fenomena berbelanja takjil menjelang buka puasa. Meskipun digitalisasi semakin masif, transaksi manual tetap bertahan dalam beberapa kesempatan. Penjual dan pembeli juga masih bisa bertatap muka secara langsung.
Saat memberikan sambutan dalam pembukaan pameran itu, Muhammad Misrad tidak banyak berkomentar tentang karya-karyanya. Ia mengatakan, pemaknaan terhadap kartun-kartunnya telah dijelaskan dalam catatan kuratorial yang diberi judul
”Yang Terhubung dan Yang Terasing”.
”Saya berterima kasih kepada Bentara Budaya yang menggelar pameran ini dan teman-teman semua yang hadir. Banyak teman yang sudah lama tidak berjumpa akhirnya bertemu lagi di sini,” ucapnya.
Menikmati karya seni
General Manager Bentara Budaya Ilham Khoiri mengatakan, di era digital saat ini, keriuhan informasi dari beragam peristiwa mengepung keseharian hampir 24 jam. Kondisi ini menimbulkan kebisingan, bahkan tak jarang memicu kelelahan psikis.
”Bagaimana kita bisa menjaga diri kita tetap waras di tengah situasi seperti ini? Salah satu jawabannya adalah dengan menikmati karya seni. Salah satu karya seni itu akan kita rayakan malam ini,” ucapnya.
Menurut Ilham, menikmati karya kartun membuat orang sejenak mengambil jarak dari kebisingan itu. Karya kartun juga bisa mengajak orang yang melihatnya untuk tertawa dan merefleksikannya.
”Kartun memiliki perspektif yang unik terhadap sebuah peristiwa. Kartun tidak membikin kita larut, sedih, terhadap peristiwa. Ia mengajak kita untuk melihatnya dengan cara yang sangat kritis. Kadang-kadang usil, kadang-kadang penuh dengan parodi,” ujarnya.