Pameran Seni Rupa “Wajah Kita dalam Rupa”
Kurator Efix Mulyadi dan Frans Sartono
Pembukaan pameran: Selasa, 19 Agustus 2025, Pukul 15.30 WIB oleh Bapak Yudi Latif (Cendekiawan & Penulis Buku "Negara paripurna: Historitas, Nasionalitas, Aktualitas Pancasila")
Pameran berlangsung: 20 Agustus – 18 September 2025, Senin–Jumat, pukul 10.00 – 17.00 WIB (Sabtu, Minggu, dan Hari Libur Nasional tutup).
Tempat: Bentara Budaya Art Gallery, Lantai 8 Menara Kompas, Jl. Palmerah Selatan No. 21, Jakarta Pusat
WAJAH KITA DALAM RUPA
Wajah kita dalam pameran ini adalah sosok sebuah negeri bernama Indonesia. Sang Wajah terbentuk oleh beragam kekayaan budaya yang tumbuh di berbagai pelosok Nusantara. Serpihan-serpihan budaya yang ikut membentuk wajah Indonesia tersebut dilukis oleh seniman dari masa ke masa, dengan beragam bahasa ungkap. Dalam pameran Wajah Kita Dalam Rupa ini, ditampilkan sebanyak 36 karya seniman koleksi Bentara Budaya. Selain karya koleksi, dengan tema yang sama ditampilkan pula sebanyak 17 karya dari Sembilan seniman yang kami undang.
Pameran Wajah Kita dalam Rupa digelar untuk merayakan 80 tahun Republik Indonesia. Pada judul sengaja dipilih diksi “kita” yang dalam bahasa Indonesia merupakan kata ganti orang pertama jamak. Segenap warga negara, para seniman, kami, anda, kita, adalah pemilik negeri yang tersusun dari serpihan-serpihan budaya dengan berbagai jenis dan wujudnya.
Maka adalah sah jika pelukis Oegeng Heru Supono melukis upacara ngaben dalam karya berjudul “Upacara Ritual di Bali”. Seniman kelahiran Surabaya tahun 1937 ini, terasa begitu cakap dalam mengolah garis. Warna-warna yang ia sabetkan keselebar penjuru kanvasnya, terutama pada warna-warna coklat tua, merah, biru, kuning, dan hijau, berhasil menghadirkan suasana. Suatu pemandangan dalam upacara ngaben di Bali yang masal terasa demikian mistis dan mencekam. Suasana upacara ritual yang sungguh surealistik.
Sama sah pula ketika seniman asal Solo, S Dullah (1919-1996) melukiskan upacara yang sama dalam karya “Ngaben di Bali” dengan akrilik di atas kanvas. Atau ketika But Muchtar seniman kelahiran Bandung 1930 membuat karya berjudul “Odalan” sebuah upacara adat Bali. Karya ini menarik justru karena gaya ungkapnya yang cenderung kubistik, dengan memecah-mecah dan membagi bidang dalam fragmen-fragmen kecil yang saling terkait sehingga memunculkan suasana yang berbeda dari umumnya lukisan tentang tradisi di Bali. Dalam hal ini, Nasirun dengan lukisan “Barong” nya memberi cara pandang yang lain lagi untuk menikmati warisan budaya yang sangat kaya ini.
Tentu bukan hanya Bali. Asnida Hassan melukiskan prosesi ritual arak-arakan dalam upacara “Tabut” di Bengkulu. Prosesi serupa bisa kita dapati di wilayah kultural lain seperti Pariaman di Sumatera Barat yang menyebutnya sebagai upacara “Tabuik”. Kita lihat daerah yang berdekatan pun punya ekspresi budaya yang beragam. Kemudian Basuki Resobowo dalam “Cap Gomeh” (1990) menggambarkan suasana pesta rakyat. Tampak di sana kemeriahan dan suka cita warga dalam menyambut hari raya yang diadakan 15 hari setelah Tahun Baru Imlek. Ia melukiskan kemeriahan suasana tersebut dalam garis-garis spontan dan warna-warna primer yang dinamis. Ia mengungkapkannya dengan tampilan naga yang diarak serta kostum yang dikenakan merefleksikan karnaval yang meriah. Sebagai seorang eksil yang hidup jauh di negeri orang kemampuan untuk menggambarkan ini sungguh mengharukan.
Koleksi Bentara Budaya
Abbas Alibasyah | Agus Djaja | Alimah | Asnida Hassan | Bagong Kussudiardja | Bambang Oetoro | Basuki Resobowo | Batara Lubis | But Muchtar | Hendra Gunawan | Heriadi | Kamal Guci | Ketut Nama | Koentjoroningrat | Machmudi | Mangku Murni | Masmundari | Mulyadi W. | Nasirun | O.H. Supomo | Otto Djaja | Putu Winarsa | Rastika | S. Dullah | Sairi Lumut | Slamet Riyanto | Soedibio | Suparto | Tedja Suminar | Treeda Mayrayanti
Seniman Undangan
Afriani | Galuh Tajimalela | Hanny Widjaya | Kinkin Watercolorist | Nisan Kristiyanto | Rendra Santana | Sarnadi Adam | Tato Kastareja | Vy Patiah