Pameran Seni Rupa Aku Anak Indonesia
"Warna Warni Mimpi"
Pembukaan: Jumat, 26 Juli 2024, Pukul 16.00 WIB
Dibuka oleh: Widi Mulia (Penyanyi dan Aktris)
Pameran berlangsung: 27 Juli - 01 Agustus 2024, Pukul 10.00 - 18.00 WIB
Tempat: Bentara Budaya Jakarta
Jl. Palmerah Selatan No. 17 Jakarta
Kurator pameran: Hilmi Faiq
Peserta pameran:
Adlinka Vox Laughlin, Adzkia Zalfa Andini, Afiifah Radhinda Salwa, Aina Sakinah, Aisyah Letica Kamila, Aldra Rizqy Mulyana, Alesha Naila Purnama, Alifia Nur Azizah (Ziah), Alisha Ramadhanti, Amara Janitra Nareswari, Anastasia Putri Setiawan Bata, Anfield Wibowo, Angie Talita Maharani, Aniq Nailah Syahali, Annika Ariendra, Annisa Dewi Kumoratih, Aqeela Aysha Qirani, Aqlan Nayaga, Ariqoh Shaumullaya Rosery Saputra, Aurelia, Ayudia Kamila Nareshwari, Cahaya Salsabila Alesha Putri, Clive Verrell Isatyawan, Crystal Kirana Willia Susanto, Dionisius Jericho Herfianto, Dzakwan Al Fatih Rachmanata, Elsophie (Sophie), Fabain Sharen, Fathan Kemal Pasha, Fathya Amira, Gabriella Nadya Carissa Putri, Hammam Adib Rabban, Hanifa Ahsanunnisa Sholiha, Hasna Rumaisha Taqi, Jennifer Sharon, Jessica Alexandra Waldy, Kalila Zarin Peribadi, Karisa Tabita Shaki Wijaya, Keane Xaquille Florian, Kiana Nadhifa Aqilah Wijaya, Layli Nahyuhaning Btari, Lidwina Vidya Larasati, Lintang Tabriza, Locita Puti Karenina, Mahira Fiya Khansa (Mahira Chan), Michael Wijaya, Mishka Naura, Muhammad Afi Hasyim, Muhammad Ali Hasyim, Muhammad Ali Nashiry, Muhammad Alvaro Haryanto, Muhamad Ramdani (Danibho), Myula Aimee Fathena (Myu), Nadien Fitriani, Nightwish Calista (Tata), Nayra Rifa Kusuma, Ni Komang Jyotisha Sheva Ayunindrya, Patrick Kennard Hotmatua, Rabiah Rabbani Hafsari, Raissa Alyaa Rizqi, Razka
Ruben Rotty, Sabila Safa, Salwa Salsabila, Shaqueena Keira Fuji, Shelina Mahika Surya, Sherin Aulia Amira, Valerie Erika Damarani, Wina Margaretta Halim, Wisanggeni Mukti Galang Nuswantoro, Zaskya Qaireen Risqi
Membaca Anak
Dunia anak terkesan sederhana. Padahal dunia anak tak kalah kompleks dengan dunia orang dewasa. Dunia anak terkesan sederhana karena pada umumnya anak-anak belum mampu mengungkapkan secara memadai tentang impian, keinginan, hasrat, atau apa yang tengah dia alami. Saat itulah, melukis atau menggambar menjadi salah satu jalan paling efektif untuk membaca anak.
Tak kurang dari Carl Gustav Jung setuju bahwa menggambar atau melukis adalah jalan efektif memahami anak. Jung adalah pendiri psikologi analitik, sebuah cabang psikologi yang menekankan pentingnya alam bawah sadar dan simbolisme dalam memahami pikiran dan perilaku manusia.
Dalam pandangannya, Jung percaya bahwa kreativitas tidak hanya muncul dari pengalaman pribadi, tetapi juga dari ingatan kolektif umat manusia. Pengalaman dan simbol-simbol yang berasal dari ketidaksadaran kolektif ini dapat diekspresikan melalui seni, termasuk melukis.
Ketidaksadaran kolektif adalah lapisan bawah sadar yang berisi warisan budaya dan pengalaman manusia sepanjang sejarah. Dalam konteks anak-anak yang melukis, ketidaksadaran kolektif dapat muncul dalam bentuk simbol-simbol universal dalam karya. Simbol-simbol ini dapat mencerminkan motif dan aspek-aspek dari diri yang belum terwujud, seperti kekuatan, kejahatan, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan kedirian anak. Lewat karya seni yang mengandung ketidaksadaran kolektif tersebut, seorang anak dapat memahami lingkungan dan memahami dirinya. Begitu juga orang dewasa terhadap mereka. Orang dewasa sedikit banyak jadi mengetahui keinginan atau cita-cita anak, misalnya.
Dengan kata lain, lukisan menjadi jendela bagi orang tua, untuk memahami alam pikir anak, sementara si anak semakin paham tentang dirinya. Apalagi ketika mendapat afirmasi dari orang dewasa.
Ambil contoh Aniq Nailah Syahali (15) yang melukis Balon Udara atau Ruben R. Rotty (23) yang melukis “Architect of Happiness”. Dari lukisan mereka, kita dapat menerka-nerka kira-kira apa yang mereka pikirkan dan hayalkan atau apa yang melekat dalam ingatan mereka dengan obyek yang mereka lukis. Orang dewasa lebih mudah memahaminya ketika sang anak memberi penjelasan lebih seperti Ruben yang menambahkan keterangan , “Lukisan ini terinspirasi dari bangunan kuno kolonial Belanda di Kota Tua Jakarta. Bangunan- bangunan tersebut dibayangkan ulang dengan perasaan bahagia sang seniman saat bermain Lego warna-warni di masa kecilnya.”
Dalam pameran yang diikuti tak kurang dari 70 perupa ini, diikuti juga oleh beberapa penyandang autistik. Pada umumnya, penyandang autistik mempunyai masalah komunikasi. Dalam konteks tersebut, melukis—lagi-lagi--menjadi jalan efektif untuk memahami mereka. Melukis membantu mereka berkomunikasi dan mengekspresikan diri, selain merasa rileks dan tenang, efektif mengurangi rasa tertekan dan cemas. Tentu saja kemampuan motorik mereka, terutama motorik halus, lebih terlatih.
Secara umum, anak-anak yang rajin melukis atau menggambar, mempunyai modal lebih besar untuk berkreativitas pada level lebih lanjut, mampu bersikap kritis, dan ekspresif. Dalam aspek lain, mereka akan lebih mudah bersosialisasi dan beradaptasi dalam banyak situasi karena mereka terbiasa membuat sesuatu yang polos menjadi penuh warna. Di sana juga terkandung kemampuan memecahkan masalah.
Lalu apa yang dibutuhkan anak agar tumbuh maksimal lewat melukis atau menggambar? Salah satunya adalah dukungan. Pada tahun 1980-an, TVRI rutin menayangkan program Gemar Menggambar yang diasuh Pak Tino Sidin. Dia seorang pelukis dan guru gambar kelahiran Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara (1925). Figurnya kemudian menjadi legenda generasi baby boomoer dan generasi X karena sikapnya yang ngemong. Dia mengajarkan teknik menggambar sederhana yakni garis lurus dan lengkung dan selalu mengafirmasi hasil lukisan anak-anak dengan komentar, “Bagus!”. Komentar singkat itu amat berarti bagi seorang anak yang tengah belajar dan kerap dihinggapi keraguan terhadap kemampuan diri.
Terbukti, banyak perupa yang merasa berhutang jasa kepadanya meskipun tak pernah bertatap muka. Hanya bertemu lewat layar kaca.
Hari ini, kita yang dewasa ini, perlu meniru Pak Tino Sidin: menjadi pendukung dan tak bosan memberi afirmasi kepada anak-anak ini. Selamat Hari Anak.
Jakarta, 20 Juli 2024
Hilmi Faiq, Kurator